~
Hai...
Pagi di kotaku kali ini sangat mendung dan sejuk. Karena saat ini adalah musim penghujan. Tetapi musim apapun juga kotaku pasti akan tetap turun hujan, karena kotaku ini memiliki julukan sebagai "Kota Hujan". Musim ini adalah awal buatku. Awal sebuah kisah dengannya. Pertemuan juga sekaligus perpisahan untuk sebuah pertemuan yang berada di musim yang juga sama. Tidak banyak yang berubah.
Tepat saat musim penghujan bulan Desember kami berjumpa. Saat itu, hanya tatapan mata kami yang berjumpa lewat pertemuan mahasiswa berprestasi. Kala itu, mata bulan sabitmu yang membuatku jatuh, sedang bercerita tentang kesedihan, tanpa kata yang sempat kau ucap. Aku bisa melihat jelas bahwa tatapanmu kelabu, tak ada nyali aku untuk menyapamu, hanya tatapan lirih yang bisa kulakukan saat melihatmu yang sedang merungkut karena sesak di dadamu.
Setelah kejadian itu6, hariku kau renggut dengan mudahnya, setiap waktu kau mulai mencariku dan membuatku merasa aku harus menemuimu. ekspetasiku bertambah drastis soal perasaan ia yang semakin hari semakin menggebu. Hingga akhirnya ia memilih menemuiku untuk segala komitmen yang kau pernah ikrarkan untukku.
Pernah ia memberikan berjuta warna dalam hariku, warna yang belum pernah ada sebelumnya. Warna yang ia rangkai hanya untuk aku yang sedang pilu kala itu. Namun kau harus tau, pelangi hanya menari di langit dalam hitungan menit. Setelah itu. Lenyap. Kosong. Langit merasa sepi tanpa pelangi.
Dan saat malam itu langit sangat kosong, bulan tertutup awan bekas hujan sore itu. Bintang pun sama, tak ada satu pun yang rela memperlihatkan kilaunya. Secepat itu ia merenggut langit indahku menjadi kosong tanpa hiasan. Malam itu aku hanya bisa menatap dengan teman sepi dan air yang mengkristal di dagu dan bertemu di kain yang mulai membasah. Kala itu, aku tak lagi melihatmu tersenyum ke arahku. Malam kali ini, hanya pandangan kosong ketika ku menoleh ke samping~
Kau tau? Hening tak pernah sesepi itu sebelum kamu memilih untuk berlalu. Sayang, malam ini terlalu indah untuk aku lewatkan bersama sendu. Bukankah, malam seperti itu yang membawamu kepada angan seperti hal biasa yang selalu kau lakukan menatap langit dan mensyukuri segala kenikmatan? karena langit tidak pernah berteman sepi. Karena matahari selalu setia memantulkan cahayanya lewat bulan dan tersampaikan ke bumi. Ayolah... bukankah kau sebaiknya bersyukur dan menghapus segalanya? Menjadikan semua pikiran yang berkecamuk di kepalamu itu sampai dan mengabaikannya. Jangan lewatkan malam ini. Bintang tidak pernah memberikan kesempatan kedua setiap harinya. Ia hanya akan terang setiap ratusan ribu tahun yang akan datang.
Malam tidak akan bisa meniduriku jika yang aku lakukan hanya membasahi bantal dengan isakan. Ia yang ku anggap istimewa. Belum tentu juga memikirkan apa yang sudah kurasakan.
Lihat saja, seperti malam ini ia lebih memilih membaringkan tubuhnya dan menenggelamkan lelahnya bersama rembulan. Hingga nanti. Di tengah malam ketika aku yang sedang asyik terlelap. Ia akan bangun dan melakukan kegiatan tanpa ingin aku mengusik. Jadi, untuk apa lagi?
Ketika benteng pertahanan terakhir itu ia robohkan. Biarlah... indah memiliki porsinya masing-masing. Biarkan sepi menikmati heningnya sendiri. Biarlah... semuanya sudah terlalu jauh aku jalani hingga hanya berlari yang aku bisa jalani.
Comments
Post a Comment